Jumat, 03 Mei 2013

Cerpen Amatir : Tragedi


Dini terbangung mendengar suara gaduh di lantai bawah. Ia keluar kamar mencoba memastikan suara gaduh tersebut,namun apa yang dilihatnya di bawah sangat membuatnya takut dan terkejut. Mendadak ia tak bisa berkata apa-apa. Keringat dingin mulai membasahi sekujurnya, gemetar dan lemas. Ia sadar keadaanya kini terancam. Diam diam ia memasuki kamar kedua adiknya dan membangunkan mereka perlahan.
“ Kenapa sih ka?” Keluh Rido yang masih mengantuk.
Dengan cepat dini menutup mulut kedua adiknya “ Huss, diam. Rido, Rizky cepat bangun”
“ Ada apa sih ka ini baru jam satu, aku nggak bakal terlambat sekolah kok”
“ Rido, kakak mohon kamu bangun cepat,pakai jaket, ambil tas dan isi tasmu dengan beberapa baju” Perintah Dini setengah berbisik. Sedangkan ia sibuk memakaikan si bungsu jaket tebal. Setelah selesai mereka keluar melalui jendela dengan sangat hati-hati dan berlari meninggalkan rumah.
“ Kak kenapa kita kesini? Kenapa ibu dan ayah tidak ikut?” Tanya Rizky
“ Iya kak aku takut”
“ Sayang nanti kakak jelasin, yang penting kita terus jalan yah. Kalian tenang aja Allah bersama kita”. Dini mencoba menenenangkan kedua adiknya.Ia melihat arlojinya yang menunjukkan pukul 1 lewat 10 menit. Mereka terus berjalan menembus kebun karet yang sepi dan gelap dengan hawa dingin yang menusuk. Setelah setengah jam mereka berjalan akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang cukup besar di samping danau.
“ Assalamualaikum, tante zie” Dini mengetuk pintu. Setelah lumayan lama akhirnya sipemilik rumah membukakan pintu.
” Waalaikumsalam, Dini ada apa selarut ini kesini? kalian di antar siapa? mana ayah dan ibu kalian?” Tanya Zie yang terkejut dengan kedatangan keponakannya itu. Dini memeluk tantenya sambil menangis. Zie bingung ia  langsung menyuruh mereka masuk.
“ Cepat masuk udara di luar sangat dingin nanti kalian bisa masuk angin” Mereka duduk di sofa ruang tengah.
“ Maaf tante kalau aku dan adikku menggannggu,Dini nggak tahu harus kemana lagi. Dini takut tante” Ucap Dini dengan airmata yang terus mengalir dari mata gadis manis tersebut. Ekspresi wajahnya begitu menggambarkan betapa takut dan sedihnya ia saat ini.
“ Memangnya ada apa din?” Tanya Zie penasaran. Dini tak berhenti menangis membuat kedua adiknya bingung.
“ Din ada apa sebenarnya?” Zie mengulang pertanyaan yang belum di jawab dini.
“ Ibu dan ayah,tante...”
“ Ada apa dengan mereka?” Zie semakin penasaran.
“ Ibu dan ayah...mereka di bunuh” Tangis Dini semakin jadi, Rido dan zie terkejut begitu pula dengan Rizky si bungsu yang masih berumur 6 tahun. Zie bengong seakan tak percaya dengan apa yang baru dikatakan Dini.
“ Apa? Apa yang kamu katakan itu benar din?mas Satrio dan mba Citra.......” Tanya Zie seakan tak percaya
Dini megangguk, Rido menangis mendengar apa yang terjadi pada kedua orang tuanya.
“Astagfirullahalazim, siapa yang melakukan hal itu din? Siapa ?” Zie ikut menangis
“ Aku nggak tahu tante, aku lihat dari atas saat itu lampu di bawah tidak dinyalakan semua jadi Dini tidak melihat jelas siapa pembunuh itu” Dinimenghela nafas. “ Aku langsung ambil inisiatif untuk keluar mengajak Rido dan Rizky karena aku tahu korban berikutnya adalah kami bertiga” Suasana menjadi semakin berduka, semua menangis di malam yang sunyi itu. Zie mengantar keponakannya ke kamar yang terletak di lantai dua.
“ Kalian bertiga tidur disini ya,kamar tante ada di sebelah. Kalau kalian perlu sesuatu panggil saja tante,besok pagi kita ke kantor polisi”
Jam menunjukkan pukul 2.30 dini hari,namun mereka belum bisa tidur. Rido sudah tidak menangis tapi ia  sangat terpukul. Sedangkan Rizky bersandar di pangkuan Dini. Suhu badan Rizky tiba tiba naik.
“ Ya Allah kamu demam,kalian tunggu sebentar ya kakak mau tanya tante zie apa dia punya obat penurun demam atau tidak”
 Dini mengetuk pintu kamar Zie,tapi tak kunjung di buka. Ia mencoba membuka pintu kamar yang ternyata tidak di kunci.
“ Tante...tante zie” Suasana di kamar itu gelap setelah menemukan tombol lampu dini lansung menghidupkannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat Zie yang sudah tergeletak bersimbah darah.
“ Masya allah tante...”Dini menghampiri zie untuk memastikan apakah tantenya masih hidup
“ Innalillahi wainnaillaihirojiun, tante maafkan zie” Zie sudah meninggal dan ia tahu siapa yang melakukan ini yaitu orang yang sama yang membunuh kedua orangtuanya. Dini semakin ketakutan itu berarti si pembunuh itu saat ini sedang berada di dalam rumah ini. Dini panik ia tak tahu harus berbuat apa. Ia langsung menemui kedua adiknya dan memerintahkan kepada mereka agar diam, lalu ia mencoba menghubungi seseorang menggunakan Hp milik  Zie yang ia temukan di atas meja dandan zie.
“ Assalamualaikum” Terdengar suara laki-laki di seberang sana
“ waalaikumsalam, kak ilham ini dini”
“ Ada apa din telpon kakak jam segini,pake berbisik segala. Kangen ya? “
“ Kak, sekarang aku dan adikku dalam keadaan bahaya ada seseorang yang ingin membunuh kami”
“ Membunuh kalian? sekarang kalian ada dimana?”
“Ka aku mohon cepat datang kesini aku takut. Sekarang aku di rumah tante zie dan orang itu sudah membunuh tante Zie”
“ Oke, aku akan kesana untuk saat ini kamu harus hati-hati cari benda yang bisa menjadi senjata untuk kalian”
Dini membongkar seisi kamar untuk mencari sesuatu yang bisa ia pakai sebagai senjata. “ Kalian berdua masuk kedalam lemari. Apapun yang terjadi kalian tidak boleh keluar. Jika terjadi sesuatu kalian teriak yang keras oke”. Perintah Dini. Rido dan Rizky menuruti apa yang di perintahkan Dini. Mereka masuk kedalam lemari yang lumayan besar. Dini keluar kamar dengan pemukul kasti siaga di tangannya. Ia jalan perlahan menuruni tangga menuju dapur mengambil obat penurun demam untuk Rizky. Tiba tiba  si pembunuh datang dan menarik rambut dini lalu menyeretnya. Dini berteriak ketakutan. Sekuat tenaga ia berusaha melawan . Dini melihat sebuah pisau tergeletak di atas meja tak jauh darinya. Ia berusaha meraih pisau tersebut sementara si pembunuh masih menyeretnya. Akhirnya Dini berhasil mendapatkan pisaunya. Ia segera tancapkan ke arah sipembunuh dan mengenai tangannya. Si pembunuh teriak kesakitan dan melepaskan dini. Sebuah peluang bagi Dini untuk kabur. Ia masuk ke gudang bersembunyi di balik barisan kaleng cat kosong. Dengan nafas yang terengah-engah dan jantung yang berdebar tak karuan. Ia menarik nafas dalam dalam untuk menenangkan diri sambil mengintip ke arah pintu. Tiba tiba seseorang dari belakang mendekap mulut dini, ia terkejut mencoba melepaskan.
“ Hus..Din ini aku Ilham” Bisik laki-laki tersebut. Dini menoleh kebelakang “ Kak Ilham..”
“Kamu sedang apa disini?”
“ Tadinya aku mau ambil obat penerun demam di dapur buat Rizky,tapi si pembunuh itu langsung menyerang aku makanya aku sembunyi disini”
“ Harusnya kamu nggak keluar, kamu tunggu aku”
“ Tapi aku kasihan sama Rizky”
“ Aku sudah lihat laki laki itu sewaktu aku masuk lewat pintu belakang, tangannya berlumuran darah dan ia menuju ke lantai atas” Sontak Dini teringat kedua adiknya yang masih ada di dalam lemari
“ Kamu mau kemana din?” Tanya ilham yang melihat Dini berlari keluar. Ilham mencegahnya dengan menarik lengan Dini.
“ Lepasin kak, kedua adikku masih ada di lantai atas mereka dalam bahaya”. Dini masih mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Ilham.
“ Din dengarkan aku,kita pasti akan selamatkan kedua adikmu, tapi bukan dengan cara seperti ini. Kamu akan terbunuh. Orang ini sangat berbahaya. Akhirnya Dini berhenti dan menuruti kata-kata ilham.” Aku ada ide bagaimana kalau adik mu yang mencari bantuan keluar?” Usul Ilham
“ Kakak gila mereka bisa aja terbunuh di luar sana. Menyuruh anak usia 6 dan 13 tahun buat cari bantuan melewati kebun karet, terlebih Rizky sedang sakit. Aku gak mau” Tolak Dini “ Lalu bagaimana kalau si pembunuh itu mengejar mereka?”
“ Din Cuma itu satu satunya jalan, tugas kita di sini menahan pembunuh itu agar tidak mengejar kedua adikmu” Ilham mencoba memberi pengertian kepada perempuan yang sangat ia sayangi sejak dua tahun lalu itu.
“ Tapi...”
“ Din aku mohon” Dini mengalah . Ia dan Ilham berjalan keluar penuh kewaspadaan. Suasana saat itu gelap gulita karena si pembunuh sengaja memutuskan aliran listrik di rumah itu. Mereka berhasil sampai di kamar tempat kedua adik Dini berada lalu segera membuka lemari. Mereka langsung memeluk Dini.
“ Kakak kemana aja aku takut” Kata si bungsu lirih
“ Kok ada kak Ilham?kalian berdua pacaran ya? Tanya Rido
“ Kamu apa apaan sih, suasana sedang genting seperti ini masih aja bercanda”
“ Rido dan Rizky, kalian bisa bantu kakak?” Tanya Ilham. Mereka mengangguk” Kalian tolong cari bantuan keluar minta tolong sama orang orang untuk panggil polisi bilang disini ada orang jahat”
Dini menatap kedua adiknya. Berat rasanya untuk mengatakan hal ini.
“ Sayang kalian pasti bisa,minta bantuan dan selamatkan diri kalian. Kalian harus jadi Superman dan spidermannya kakak, ayah, dan ibu. Kakak menunggu kalian disini”
“ Tapi kalau nanti kakak juga meninggal sama seperti ayah dan ibu gimana” Tanya Rido. Air mata Dini mulai keluar membasahi pipinya.
“ Sayang hidup dan mati seseorang ada di tangan Allah. Jika kakak di takdirkan hidup kakak pasti akan tetap disini menunggu kalian. Kakak kuat dan kalianpun harus kuat” Perasaan Dini tak karuan Khawatir itulah sebagian besar perasaanya saat ini. Terlebih Rizky sedang demam dan mereka harus melalui kebun karet. Ia hanya bisa pasrah. Brakk...braak tiba tiba terdengar suara pintu kamar yang hendak di dobrak. Ilham cepat cepat menahan pintu tersebut.” Din cepat antar Rizky dan Rido keluar aku akan menahannya di sini”. Dini segera mengantar kedua adikknya keluar lewat jendela dengan susah payah karena jarak yang lumayan tinggi. Kedua adik Dini berlari menembus hutan karet. Sementara Dini kembali masuk membantu Ilham menahan pintu. Akhirnya si pembunuh itu berhenti mendobrak pintu.
“ Kak apa orang itu sudah pergi?”tanya Dini yang masih menahan pintu. Ilham menggeleng nafasnya tersengal sengal” Kita harus keluar dari sini” Ucapnya. Mereka keluar kamar, namun ternyata si pembunuh masih berada di depan pintu. Ia langsung menyerang Ilham. Dini panik ia langsung mengambil guci keramik lalu membantingnya di kepala si pembunuh. Dini membantu Ilham untuk kabur ke lantai bawah. Si pembunuh mengejar mereka dengan membawa parang.
Sementara itu.....
“ Kak Rizky capek aku juga takut” Keluhnya berhenti berjalan. Suasana di hutan karet itu memang sunyi, sepi dan dingin dengan pohon pohon karet yang berukuran tinggi. Menambah kesan menyeramkan. Rumah Zie dan rumah mereka memang terletak agak jauh dari perumahan warga. Jalan tercepat untuk mencapai perumahan warga ialah melalui hutan karet tersebut.
“Rizky kamu dengarkan tadi apa kata kak Dini kita harus kuat. Kita harus bisa membantu kak Dini kamu jangan takut Allah akan melindungi kita”
“Tapi Rizky capek kak”
“ Yasudah kamu naik ke punggung kakak” Mereka kembali melanjutkan perjalanan ditengah kesunyian malam. Sebenarnya ia pun lelah tapi tak tega rasanya melihat adiknya Rizky yang kecapaian dan sedang demam membiarkannya berjalan terus. Sedangkan mereka tidak bisa berhenti berjalan karena harus secepatnya mencari bantuan.
Dini dan Ilham belari menuju pintu depan,namun terkunci. Mereka kembali berlari ke arah kolam renang. Dini bersembunyi di bawah kursi dan Ilham di sebelah patung putri duyung. Si pembunuh masih mencari mereka berdua,ia terdiam matanya menatap tajam ke arah kursi. Dini semakin takut pembunuh itu semakin dekat. Lalu menarik kakinya dan menyeretnya. Dini berteriak minta tolong. Si pembunuh itu mengayunkan parangnya hendak membunuh dini,namun Ilham bergerak cepat menghadangnya dan akhirnya dialah yang terkena sabetang parang sang pembunuh. Arrghhhh......
“ Kak Ilham....” Teriak Dini
“Din.... cepat lari” Kata Ilham sambil memegangi perutnya yang berlumuran darah
“ Tapi...kak ilham...”
“ Ja..jangan perdulikan aku cepat.... lari selamatkan nyawamu” Dini berlari sambil menangis. Ia tak tahu harus kemana .Sementara si pembunuh terus mengejarnya. Dini terpojok ia tak bisa kemana mana lagi.
“ Siapa kamu!mengapa kamu membunuh ayah dan ibuku!” Si pembunuh hanya terdiam dan terus berjalan mendekati Dini. Dini sama sekali tidak mengenali pria tersebut,mungkin dia seorang pembunuh bayaran pikirnya. Pria  tersebut berbadan tinggi berusia sekitar 30an.
“ Mengapa kamu membunuh tante Zie dan kak Ilham!apa salah mereka semua! Dan sekarang engkau akan membunuhku kan?” Si pembunuh mengayunkan parangnya. Dini menyilangkan tangannya sambil mengucap takbir. Dorr... terdengar suara tembakan. Si pembunuh terkapar dengan peluru menembus kepalanya.
“ Kak Dini.... “teriak Rido dan Rizky yang datang bersama polisi dam beberapa warga. Mereka berpelukan. Sedangkan polisi segera mengamankan si pembunuh itu.
“ Kalian berhasil sayang,terima kasih” Ucapnya terharu.
“ Apa ada korban lagi dik?” Tanya seorang polisi menghampirinya
“ Ada seorang wanita di lantai dua dan seorang laki laki di dekat kolam renang”  Polisi tersebut memerintahkan kepada anak buahnya untuk mengevakuasi korban.
Pagi ini udara mendung tertutup kabut berselimut duka. Setelah selesai acara pemakaman kedua orangtua dan tantenya. Dini dan kedua adiknya pergi ke rumah sakit Pelita Harapan. Ia memasuki ruangan yang di dalamnya terdapat seorang laki-laki yang sedang terbaring lemah.
“ Bagaimana keadaanmu kak?” Tanya Dini duduk di sebelahnya
“ Lebih baik” Jawabnya
“ Aku pikir aku tidak akan bertemu denganmu lagi untuk selamanya kak Ilham” Ilham tersenyum. Dini mengambil sebuah koran yang masih baru lalu membukannya dengan berita utama di koran tersebut
 “ SEPASANG SUAMI ISTRI PENGUSAHA KEBUN TEH DAN ADIK IPARNYA TEWAS DI BUNUH REKAN KERJANYA DENGAN MOTIF DENDAM”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar