Dini
terbangung mendengar suara gaduh di lantai bawah. Ia keluar kamar mencoba
memastikan suara gaduh tersebut,namun apa yang dilihatnya di bawah sangat
membuatnya takut dan terkejut. Mendadak ia tak bisa berkata apa-apa. Keringat
dingin mulai membasahi sekujurnya, gemetar dan lemas. Ia sadar keadaanya kini
terancam. Diam diam ia memasuki kamar kedua adiknya dan membangunkan mereka
perlahan.
“ Kenapa
sih ka?” Keluh Rido yang masih mengantuk.
“ Ada apa
sih ka ini baru jam satu, aku nggak bakal terlambat sekolah kok”
“ Rido,
kakak mohon kamu bangun cepat,pakai jaket, ambil tas dan isi tasmu dengan
beberapa baju” Perintah Dini setengah berbisik. Sedangkan ia sibuk memakaikan
si bungsu jaket tebal. Setelah selesai mereka keluar melalui jendela dengan
sangat hati-hati dan berlari meninggalkan rumah.
“ Kak
kenapa kita kesini? Kenapa ibu dan ayah tidak ikut?” Tanya Rizky
“ Iya kak aku
takut”
“ Sayang
nanti kakak jelasin, yang penting kita terus jalan yah. Kalian tenang aja Allah
bersama kita”. Dini mencoba menenenangkan kedua adiknya.Ia melihat arlojinya
yang menunjukkan pukul 1 lewat 10 menit. Mereka terus berjalan menembus kebun
karet yang sepi dan gelap dengan hawa dingin yang menusuk. Setelah setengah jam
mereka berjalan akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang cukup besar di
samping danau.
“
Assalamualaikum, tante zie” Dini mengetuk pintu. Setelah lumayan lama akhirnya
sipemilik rumah membukakan pintu.
” Waalaikumsalam, Dini ada apa selarut ini
kesini? kalian di antar siapa? mana ayah dan ibu kalian?” Tanya Zie yang
terkejut dengan kedatangan keponakannya itu. Dini memeluk tantenya sambil
menangis. Zie bingung ia langsung
menyuruh mereka masuk.
“ Cepat
masuk udara di luar sangat dingin nanti kalian bisa masuk angin” Mereka duduk
di sofa ruang tengah.
“ Maaf
tante kalau aku dan adikku menggannggu,Dini nggak tahu harus kemana lagi. Dini
takut tante” Ucap Dini dengan airmata yang terus mengalir dari mata gadis manis
tersebut. Ekspresi wajahnya begitu menggambarkan betapa takut dan sedihnya ia
saat ini.
“ Memangnya
ada apa din?” Tanya Zie penasaran. Dini tak berhenti menangis membuat kedua
adiknya bingung.
“ Din ada
apa sebenarnya?” Zie mengulang pertanyaan yang belum di jawab dini.
“ Ibu dan
ayah,tante...”
“ Ada apa
dengan mereka?” Zie semakin penasaran.
“ Ibu dan
ayah...mereka di bunuh” Tangis Dini semakin jadi, Rido dan zie terkejut begitu
pula dengan Rizky si bungsu yang masih berumur 6 tahun. Zie bengong seakan tak
percaya dengan apa yang baru dikatakan Dini.
“ Apa? Apa
yang kamu katakan itu benar din?mas Satrio dan mba Citra.......” Tanya Zie
seakan tak percaya
Dini
megangguk, Rido menangis mendengar apa yang terjadi pada kedua orang tuanya.
“Astagfirullahalazim,
siapa yang melakukan hal itu din? Siapa ?” Zie ikut menangis
“ Aku nggak
tahu tante, aku lihat dari atas saat itu lampu di bawah tidak dinyalakan semua
jadi Dini tidak melihat jelas siapa pembunuh itu” Dinimenghela nafas. “ Aku
langsung ambil inisiatif untuk keluar mengajak Rido dan Rizky karena aku tahu
korban berikutnya adalah kami bertiga” Suasana menjadi semakin berduka, semua
menangis di malam yang sunyi itu. Zie mengantar keponakannya ke kamar yang
terletak di lantai dua.
“ Kalian
bertiga tidur disini ya,kamar tante ada di sebelah. Kalau kalian perlu sesuatu
panggil saja tante,besok pagi kita ke kantor polisi”
Jam
menunjukkan pukul 2.30 dini hari,namun mereka belum bisa tidur. Rido sudah
tidak menangis tapi ia sangat terpukul.
Sedangkan Rizky bersandar di pangkuan Dini. Suhu badan Rizky tiba tiba naik.
“ Ya Allah
kamu demam,kalian tunggu sebentar ya kakak mau tanya tante zie apa dia punya
obat penurun demam atau tidak”
Dini mengetuk pintu kamar Zie,tapi tak kunjung
di buka. Ia mencoba membuka pintu kamar yang ternyata tidak di kunci.
“
Tante...tante zie” Suasana di kamar itu gelap setelah menemukan tombol lampu
dini lansung menghidupkannya. Betapa terkejutnya ia saat melihat Zie yang sudah
tergeletak bersimbah darah.
“ Masya
allah tante...”Dini menghampiri zie untuk memastikan apakah tantenya masih
hidup
“
Innalillahi wainnaillaihirojiun, tante maafkan zie” Zie sudah meninggal dan ia
tahu siapa yang melakukan ini yaitu orang yang sama yang membunuh kedua
orangtuanya. Dini semakin ketakutan itu berarti si pembunuh itu saat ini sedang
berada di dalam rumah ini. Dini panik ia tak tahu harus berbuat apa. Ia
langsung menemui kedua adiknya dan memerintahkan kepada mereka agar diam, lalu
ia mencoba menghubungi seseorang menggunakan Hp milik Zie yang ia temukan di atas meja dandan zie.
“
Assalamualaikum” Terdengar suara laki-laki di seberang sana
“
waalaikumsalam, kak ilham ini dini”
“ Ada apa
din telpon kakak jam segini,pake berbisik segala. Kangen ya? “
“ Kak,
sekarang aku dan adikku dalam keadaan bahaya ada seseorang yang ingin membunuh
kami”
“ Membunuh
kalian? sekarang kalian ada dimana?”
“Ka aku mohon cepat datang kesini aku
takut. Sekarang aku di rumah tante zie dan orang itu sudah membunuh tante Zie”
“ Oke, aku
akan kesana untuk saat ini kamu harus hati-hati cari benda yang bisa menjadi
senjata untuk kalian”
Dini
membongkar seisi kamar untuk mencari sesuatu yang bisa ia pakai sebagai
senjata. “ Kalian berdua masuk kedalam lemari. Apapun yang terjadi kalian tidak
boleh keluar. Jika terjadi sesuatu kalian teriak yang keras oke”. Perintah
Dini. Rido dan Rizky menuruti apa yang di perintahkan Dini. Mereka masuk
kedalam lemari yang lumayan besar. Dini keluar kamar dengan pemukul kasti siaga
di tangannya. Ia jalan perlahan menuruni tangga menuju dapur mengambil obat
penurun demam untuk Rizky. Tiba tiba si
pembunuh datang dan menarik rambut dini lalu menyeretnya. Dini berteriak
ketakutan. Sekuat tenaga ia berusaha melawan . Dini melihat sebuah pisau
tergeletak di atas meja tak jauh darinya. Ia berusaha meraih pisau tersebut
sementara si pembunuh masih menyeretnya. Akhirnya Dini berhasil mendapatkan
pisaunya. Ia segera tancapkan ke arah sipembunuh dan mengenai tangannya. Si
pembunuh teriak kesakitan dan melepaskan dini. Sebuah peluang bagi Dini untuk
kabur. Ia masuk ke gudang bersembunyi di balik barisan kaleng cat kosong.
Dengan nafas yang terengah-engah dan jantung yang berdebar tak karuan. Ia
menarik nafas dalam dalam untuk menenangkan diri sambil mengintip ke arah
pintu. Tiba tiba seseorang dari belakang mendekap mulut dini, ia terkejut
mencoba melepaskan.
“ Hus..Din
ini aku Ilham” Bisik laki-laki tersebut. Dini menoleh kebelakang “ Kak Ilham..”
“Kamu sedang apa disini?”
“ Tadinya aku mau ambil obat penerun demam di
dapur buat Rizky,tapi si pembunuh itu langsung menyerang aku makanya aku
sembunyi disini”
“ Harusnya kamu nggak keluar, kamu tunggu aku”
“ Tapi aku kasihan sama Rizky”
“ Aku sudah lihat laki laki itu sewaktu aku masuk
lewat pintu belakang, tangannya berlumuran darah dan ia menuju ke lantai atas”
Sontak Dini teringat kedua adiknya yang masih ada di dalam lemari
“ Kamu mau kemana din?” Tanya ilham yang melihat
Dini berlari keluar. Ilham mencegahnya dengan menarik lengan Dini.
“ Lepasin kak, kedua adikku masih ada di lantai
atas mereka dalam bahaya”. Dini masih mencoba melepaskan tangannya dari
genggaman Ilham.
“ Din dengarkan aku,kita pasti akan selamatkan
kedua adikmu, tapi bukan dengan cara seperti ini. Kamu akan terbunuh. Orang ini
sangat berbahaya. Akhirnya Dini berhenti dan menuruti kata-kata ilham.” Aku ada
ide bagaimana kalau adik mu yang mencari bantuan keluar?” Usul Ilham
“ Kakak gila mereka bisa aja terbunuh di luar sana.
Menyuruh anak usia 6 dan 13 tahun buat cari bantuan melewati kebun karet,
terlebih Rizky sedang sakit. Aku gak mau” Tolak Dini “ Lalu bagaimana kalau si
pembunuh itu mengejar mereka?”
“ Din Cuma itu satu satunya jalan, tugas kita di
sini menahan pembunuh itu agar tidak mengejar kedua adikmu” Ilham mencoba
memberi pengertian kepada perempuan yang sangat ia sayangi sejak dua tahun lalu
itu.
“ Tapi...”
“ Din aku mohon” Dini mengalah . Ia dan Ilham berjalan keluar penuh kewaspadaan. Suasana saat itu gelap gulita karena si pembunuh sengaja memutuskan aliran listrik di rumah itu. Mereka berhasil sampai di kamar tempat kedua adik Dini berada lalu segera membuka lemari. Mereka langsung memeluk Dini.
“ Din aku mohon” Dini mengalah . Ia dan Ilham berjalan keluar penuh kewaspadaan. Suasana saat itu gelap gulita karena si pembunuh sengaja memutuskan aliran listrik di rumah itu. Mereka berhasil sampai di kamar tempat kedua adik Dini berada lalu segera membuka lemari. Mereka langsung memeluk Dini.
“ Kakak kemana aja aku takut” Kata si bungsu lirih
“ Kok ada kak Ilham?kalian berdua pacaran ya?
Tanya Rido
“ Kamu apa apaan sih, suasana sedang genting seperti
ini masih aja bercanda”
“ Rido dan Rizky, kalian bisa bantu kakak?” Tanya
Ilham. Mereka mengangguk” Kalian tolong cari bantuan keluar minta tolong sama
orang orang untuk panggil polisi bilang disini ada orang jahat”
Dini menatap kedua adiknya. Berat rasanya untuk
mengatakan hal ini.
“ Sayang kalian pasti bisa,minta bantuan dan
selamatkan diri kalian. Kalian harus jadi Superman dan spidermannya kakak,
ayah, dan ibu. Kakak menunggu kalian disini”
“ Tapi kalau nanti kakak juga meninggal sama
seperti ayah dan ibu gimana” Tanya Rido. Air mata Dini mulai keluar membasahi
pipinya.
“ Sayang hidup dan mati seseorang ada di tangan
Allah. Jika kakak di takdirkan hidup kakak pasti akan tetap disini menunggu
kalian. Kakak kuat dan kalianpun harus kuat” Perasaan Dini tak karuan Khawatir
itulah sebagian besar perasaanya saat ini. Terlebih Rizky sedang demam dan
mereka harus melalui kebun karet. Ia hanya bisa pasrah. Brakk...braak tiba tiba
terdengar suara pintu kamar yang hendak di dobrak. Ilham cepat cepat menahan
pintu tersebut.” Din cepat antar Rizky dan Rido keluar aku akan menahannya di
sini”. Dini segera mengantar kedua adikknya keluar lewat jendela dengan susah
payah karena jarak yang lumayan tinggi. Kedua adik Dini berlari menembus hutan
karet. Sementara Dini kembali masuk membantu Ilham menahan pintu. Akhirnya si
pembunuh itu berhenti mendobrak pintu.
“ Kak apa orang itu sudah pergi?”tanya Dini yang
masih menahan pintu. Ilham menggeleng nafasnya tersengal sengal” Kita harus
keluar dari sini” Ucapnya. Mereka keluar kamar, namun ternyata si pembunuh
masih berada di depan pintu. Ia langsung menyerang Ilham. Dini panik ia
langsung mengambil guci keramik lalu membantingnya di kepala si pembunuh. Dini
membantu Ilham untuk kabur ke lantai bawah. Si pembunuh mengejar mereka dengan
membawa parang.
Sementara itu.....
“ Kak Rizky capek aku juga takut” Keluhnya
berhenti berjalan. Suasana di hutan karet itu memang sunyi, sepi dan dingin dengan
pohon pohon karet yang berukuran tinggi. Menambah kesan menyeramkan. Rumah Zie
dan rumah mereka memang terletak agak jauh dari perumahan warga. Jalan tercepat
untuk mencapai perumahan warga ialah melalui hutan karet tersebut.
“Rizky kamu dengarkan tadi apa kata kak Dini kita
harus kuat. Kita harus bisa membantu kak Dini kamu jangan takut Allah akan
melindungi kita”
“Tapi Rizky capek kak”
“ Yasudah kamu naik ke punggung kakak” Mereka
kembali melanjutkan perjalanan ditengah kesunyian malam. Sebenarnya ia pun
lelah tapi tak tega rasanya melihat adiknya Rizky yang kecapaian dan sedang
demam membiarkannya berjalan terus. Sedangkan mereka tidak bisa berhenti
berjalan karena harus secepatnya mencari bantuan.
Dini dan Ilham belari menuju pintu depan,namun
terkunci. Mereka kembali berlari ke arah kolam renang. Dini bersembunyi di
bawah kursi dan Ilham di sebelah patung putri duyung. Si pembunuh masih mencari
mereka berdua,ia terdiam matanya menatap tajam ke arah kursi. Dini semakin
takut pembunuh itu semakin dekat. Lalu menarik kakinya dan menyeretnya. Dini
berteriak minta tolong. Si pembunuh itu mengayunkan parangnya hendak membunuh
dini,namun Ilham bergerak cepat menghadangnya dan akhirnya dialah yang terkena
sabetang parang sang pembunuh. Arrghhhh......
“ Kak Ilham....” Teriak Dini
“Din.... cepat lari” Kata Ilham sambil memegangi
perutnya yang berlumuran darah
“ Tapi...kak ilham...”
“ Ja..jangan perdulikan aku cepat.... lari
selamatkan nyawamu” Dini berlari sambil menangis. Ia tak tahu harus kemana
.Sementara si pembunuh terus mengejarnya. Dini terpojok ia tak bisa kemana mana
lagi.
“ Siapa kamu!mengapa kamu membunuh ayah dan
ibuku!” Si pembunuh hanya terdiam dan terus berjalan mendekati Dini. Dini sama
sekali tidak mengenali pria tersebut,mungkin dia seorang pembunuh bayaran
pikirnya. Pria tersebut berbadan tinggi
berusia sekitar 30an.
“ Mengapa kamu membunuh tante Zie dan kak Ilham!apa
salah mereka semua! Dan sekarang engkau akan membunuhku kan?” Si pembunuh
mengayunkan parangnya. Dini menyilangkan tangannya sambil mengucap takbir.
Dorr... terdengar suara tembakan. Si pembunuh terkapar dengan peluru menembus
kepalanya.
“ Kak Dini.... “teriak Rido dan Rizky yang datang
bersama polisi dam beberapa warga. Mereka berpelukan. Sedangkan polisi segera
mengamankan si pembunuh itu.
“ Kalian berhasil sayang,terima kasih” Ucapnya
terharu.
“ Apa ada korban lagi dik?” Tanya seorang polisi
menghampirinya
“ Ada seorang wanita di lantai dua dan seorang laki
laki di dekat kolam renang” Polisi
tersebut memerintahkan kepada anak buahnya untuk mengevakuasi korban.
Pagi ini udara mendung tertutup kabut berselimut
duka. Setelah selesai acara pemakaman kedua orangtua dan tantenya. Dini dan
kedua adiknya pergi ke rumah sakit Pelita Harapan. Ia memasuki ruangan yang di
dalamnya terdapat seorang laki-laki yang sedang terbaring lemah.
“ Bagaimana keadaanmu kak?” Tanya Dini duduk di
sebelahnya
“ Lebih baik” Jawabnya
“ Aku pikir aku tidak akan bertemu denganmu lagi
untuk selamanya kak Ilham” Ilham tersenyum. Dini mengambil sebuah koran yang
masih baru lalu membukannya dengan berita utama di koran tersebut
“ SEPASANG
SUAMI ISTRI PENGUSAHA KEBUN TEH DAN ADIK IPARNYA TEWAS DI BUNUH REKAN KERJANYA
DENGAN MOTIF DENDAM”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar