Ku jatuhkan tas besarku ke lantai. Ku rebahkan tubuhku di
sofa ruang tengah. Punggung terasa pegal seperti habis membawa berkilo kilo
batu. Sore ini aku benar-benar di gembleng dalam latihan karate. Sepulangnya
dari latihan sialnya ban motor ku kempes ntah ada yang ngejahilin atau apa,
karena kutemukan paku di ban belakang motor. Terpaksa harus mencari tukang
tambal ban. Kesialanku tak berhenti sampai di situ, tukang tambal ban terdekat
tutup terpaksa aku harus membawa motorku lebih jauh lagi mencari tukang tambal
ban. Hari yang sangat melelahkan. Aku terbangun jam menunjukkan pukul tujuh
malam. Ah ternyata tadi aku ketiduran. Ku cium badanku uuhhh....bau. Kalau
bunda tahu tentunya akan marah.
“ Aya kamu
baru mau mandi, jam berapa sekarang ?” Tanya bunda
“ Bun tadi
aku ketiduran”
“ Yasudah
cepat sana mandi”
“ Ayo Dimas
silahkan masuk”
“Dimas?” Aku
berbalik badan, seorang laki-laki mungkin sekitar berumur 24 tahun, berbadan
tegap dan lumayan ganteng masuk ke ruang tamu. Siapa dia? Tanyaku dalam hati.
“ Hei,
ngapain kamu diam disitu?” Tanya bunda
“ Ehm...itu
siapa bun?” Tanyaku berbisik pada bunda
“ Ini Dimas
teman kerja ayah dari Kalimantan, untuk sementara Dimas akan tinggal disini”
“ Hai kak
Dimas...” sapaku genit
“ Dimas, ini
anak perempuan bunda namanya Aya”
“ cantik ya”
Puji kak Dimas
“ Oh makasih ka, emang aku cantik he..he”
Ka Dimas
menempati kamar di sebelah kamarku. Kamar yang sudah lama tidak ditempati di
sulap oleh bunda menjadi kamar yang cukup nyaman. Aku tidak tahu sebelumnya itu
kamar siapa. Bunda hanya terdiam ketika aku bertanya tentang kamar itu.
“ Ay, kamu
sedang membersihkan kamar ya?” Tanya bunda yang melihatku membawa ember dan
kain pel.
“Iya bun”
“ Nanti sekalian ya bersihkan kamar Dimas “ Setelah selesai
membersihkan kamarku, aku ke kamar Kak Dimas. Pintunya sedikit terbuka. Namun,
tidak ada orang didalam. Aku masuk dan mulai merapihkan tempat tidur dan meja.
sebuah foto yang di letakkan di atas meja mengalihkan perhatianku. Foto
tersebut berbingkai cantik dan terdapat dua buah mawar yang masih segar
yang di letakkan di kedua sisinya. Foto
seorang perempuan, mungkin itu pacarnya Kak Dimas pikirku. Aku mengambil foto
tersebut untuk melihatnya lebih jelas.
Sangat harum..harumnya seperti...aku berpikir sejenak. Harumnya seperti
parfumku!!!
“Ini kan...”
Aku terkejut ketika menyadari perempuan dalam foto itu mirip sekali dengan ku.
Siapa perempuan ini? mengapa begitu mirip wajahnya dengan ku? tanyaku dalam
hati.
“Sedang apa
Ay?” Suara kak Dimas membuatku terkejut. Aku segera meletakkan foto itu
ketempat semula.
“ Ehm,
enggak ka. Maaf aku lancang masuk kemar ka Dimas tanpa Izin. Tadi aku di suruh
bunda bersihin kamarnya kak Dimas” Aku jadi merasa tidak enak pada kak Dimas.
“ Enggak apa-apa kok ,oh iya kamu nggak ke sekolah?”
“ Kak Dimas
gimana sih ini kan hari Sabtu”
“ Oh iya aku
pikir ini hari Jumat”
Malam ini hujan turun dengan lebat membuat suasana menjadi
lebih dingin dari biasanya. Dikamar aku masih memikirkan foto yang ada di kamar
kak Dimas. Apa itu memang diriku? Karena penasaran aku memutuskan untuk
bertanya pada kak Dimas yang saat itu sedang bermain gitar di balai depan
rumah.
“ Eh Aya
kamu belum tidur?” Tanya Dimas. Aku menggeleng lalu duduk di sebelah kak Dimas.
“ Ehmm, Kak
aku mau tanya”
“ Tanya
apa?” Tanya Dimas sambil memainkan gitarnya.
“ Foto yang
dikamar Kak Dimas....”
“ Oh, Foto
itu” Dimas tersenyum “ Itu foto adik perempuanku namanya Tanaya, 16 tahun,
Cantik”. Aku bengong mendengar perkataannya barusan. Bukan wajahnya saja yang
mirip. Nama dan usia pun sama!. Apa dia saudara kembarku?mana mungkin?
“ Sekarang
adik kak Dimas ada dimana?di Kalimantan?” Kak Dimas berhenti memainkan gitar. Ia
terdiam sejenak
“ Kami sudah
berbeda dunia sekarang” Jawab kak Dimas datar
“Maksud ka
Dimas, ia sudah meninggal?” Tanyaku. Kaka Dimas tak menjawab. Ia terus memandangi ku.
“ Sudah
malam lebih baik kamu tidur” Ia mengalihkan pertanyaanku. Sepertinya pertanyaanku
barusan membuatnya sedih” Oh iya besok kan hari minggu bagaimana kalau besok
pagi kita lari pagi bareng” Tanyaku
“ Boleh...”. Jawab kak Dimas sedikit bersemangat.
Jam menunjukkan pukul enam pagi. Aku dan Kak Dimas tengah
melakukan pemanasan. Setelah selesai kami mulai berlari kecil menuju taman
kota. Aku sangat menyukai udara pagi di hari Minggu. Begitu sejuk dan sedikit
kendaraan yang lalu lalang. Di sepanjang perjalanan kak Dimas terus
memandangiku. Apa dia naksir aku? Mungkin.
“ Hai Ay”.
Sapa Ririn teman satu kelasku yang juga sedang lari pagi bersama adik dan
kakaknya.
” Kamu
bilang gak punya kakak” Ia menghampiri kami.
“ Memang aku
nggak punya kakak memangnya kenapa?”
“ Itu siapa
dong” Ririn melirik ke arah Kak Dimas
“Oh itu
teman ayahku. Dia menginap semalam di rumah”
“ Lho aku kira itu kakak kamu habisnya mirip banget sih
yasudah aku duluan ya”.
Satu jam sudah kita berlari. Aku mengajak Kak Dimas
istirahat sembari sarapan bubur di tempat langgananku.
“ Mang, buburnya dua ya, biasa yang satu jangan pakai
kacang”.
“ Sip” Kata mang Karto sambil membersihkan sebuah mangkuk. Tak menunggu lama dua mangkuk bubur tersaji di meja. ” Silahkan neng” Mang Karto melihat Kak Dimas. ”Tumben neng lari sama kakaknya biasanya sendiri”
“ Sip” Kata mang Karto sambil membersihkan sebuah mangkuk. Tak menunggu lama dua mangkuk bubur tersaji di meja. ” Silahkan neng” Mang Karto melihat Kak Dimas. ”Tumben neng lari sama kakaknya biasanya sendiri”
“ Kakak? Ini bukan kakakku, ini temanya ayah”
“ Wah tapi kok wajahnya mirip, asli loh kalian berdua
seperti saudara kandung” Masa sih aku mirip sama Kak Dimas? Terserahlah mereka
mau bilang aku mirip sama Kak Dimas. Mungkin memang ada sedikit mirip pikirku.
“ Kak Dimas, besok kan hari ulang tahunku” Kak Dimas terdiam
lalu memandangiku. Matanya berkaca-kaca. Ada apa sih dengan dia? seperti ada
yang aneh... semenjak tadi tak satupun kata yang keluar dari mulutnya. Setiap
aku bicara dia hanya mengangguk dan tersenyum.
Satu lagi ia juga selalu memandangiku.
Matahari sudah mulai naik. Cahayanya pun makin terasa. Kami
memutuskan untuk kembali ke rumah. Di tengah perjalanan penyakit cerobohku
muncul. Aku tersandung batu hingga kaki
ku terkilir.
“ Aduh
sakit” Rintihku
“ Kamu
kenapa Ay?” Tanya Kak Dimas khawatir
“ Kakiku
sepertinya terkilir” Jawabku sambil
terus memegangi kakiku yang terasa sakit. Kak Dimas memeriksa kakiku.
“ yasudah
kamu naik ke punggung ku” Akhirnya aku meneruskan perjalanan dengan di gendong
Kak Dimas.
“ Kak Dimas
capek ya” Tanyaku
“ Nggak kok,
kak Dimas malah senang”
“ Maksudnya
Kak Dimas senang kakiku terkilir?” Tanyaku sinis
“ Bukan
begitu maksudku, aku senang karena bisa menggendongmu” Aku tersenyum. Jangan-jangan Kak Dimas memang
naksir aku. Aku melihat Kak Dimas seperi menghapus air matanya beberapa kali.
“ Kak Dimas
kenapa?”
“ Aku
bahagia. Sangat bahagia” Jawabnya sambil menghapus kembali air matanya. Aku
semakin tak mengerti dengannya.
Aku akui hari ini aku
sangat senang bisa bersamanya. Ntah kenapa muncul sebuah perasaan di hatiku
tapi bukan...bukan cinta atau suka. Melainkan sebuah perasaan antara adik dan
kakak. Perasaan itu semakin menguat. Akupun tak tahu mengapa.
Besok adalah hari istimewaku. Besok orang-orang akan datang
kerumahku. Hmm senangnya. Aku melamun dikamar. Lamunanku buyar ketika mendengar
suara ketukan pintu. Setelah ku buka ternyata kak Dimas. Penampilannya begitu
rapih dengan dua buah koper besar yang dibawanya. Sama seperti pertama kali ia
datang ke rumah.
“ Kak Dimas
mau kemana?” tanyaku
“ Kak Dimas
mau pamit sama kamu”
“ Pamit? Kak
Dimas mau pergi kemana? ke Kalimantan? Kenapa tidak besok pagi saja? kenapa
malam-malam begini?”.
“ Aku harus
pergi sekarang Ay”
“
Tapi...kita masih bisa bertemu lagi kan?” Kak Dimas menggeleng “Aku nggak akan kembali lagi Ay”
“ Kalau
begitu aku minta nomor Hp kakak, email, facebook atau twitter biar kita bisa
tetap komunikasi” Ntah kenapa aku tak rela kalau Kak Dimas pergi
“ Ay aku
akan pergi ke tempat yang jauh dan tak akan pernah kembali. Aku senang bisa
bertemu denganmu. Kau adalah adik kecilku yang manis” Ucapnya sambil membelai
rambutku
“ Happy birthday” Ucapnya sambil memegang tanganku dan
memberikan sebuah kalung berliontin hati” Walaupun ulang tahunmu masih besok,
tapi aku harus memberikannya sekarang. Maaf, besok aku tidak bisa hadir di
acara ulang tahunmu, meskipun aku ingin, sangat ingin” Aku tak bisa berkata apa-apa.
Hatiku terasa sedih sekali. Ia mulai melangkah pergi .
“ Aku mohon kak Dimas jangan pergi, kak Dimas...!!!” Aku
terbangun dan mendapati diriku masih mengenakan seragam sekolah. Aku berteriak
memangil kak Dimas. Berlari menuju kamarnya, tetapi keadaan kamar itu sama
seperti dulu.
“ Aya kamu belum mandi juga? gimana sih kamu ini pulang
ekskul bukannya lansung mandi malah tidur di sofa” Aku masih belum percaya, Kak
Dimas...jadi semua ini hanya mimpi?
“ Tanaya, kamu kenapa?” Tanya Bunda menghampiriku. Aku
terdiam, aku merasakan ada sesuatu di tangan ku. Perlahan aku membuka genggaman
tanganku. Sebuah kalung!! Kalung dengan liontin hati. Aku membuka liontin hati
tersebut dan terdapat sebuah foto anak laki-laki berusia sekitar 8 tahun. Siapa
anak laki laki ini?.
“ Ini kan...” Bunda termenung lama melihat foto anak dalam
liontin tersebut seperti sedang mengingat sesuatu. Tetesan bulir bening itu
mulai berjatuhan membasahi pipinya.
“ Dimas..”. Ujarnya lirih
“ Bunda kenal sama anak itu?”. Tanyaku penasaran
“ Ya, Bunda kenal ini Dimas almarhum kakakmu” Jawabnya
sambil menghapus air mata. Aku terdiam antara percaya dan tak percaya juga
antara mimpi dan kenyataan. Ada apa sebenarnya ini? teriakku dalam hati.
“ Ia meninggal karena kecelakaan tepat satu hari sebelum
kamu lahir, Dimas ingin sekali melihatmu lahir, melihat adiknya. Setiap malam
ia selalu bertanya kapan kamu lahir dan kapan ia bisa bertemu denganmu. ”Dan
kalung ini...” Bunda semakin tak kuat menahan tangisnya ” kalung ini ia beli
dari uangnya sendiri. Ia sangat senang lalu meletakan fotonya di dalamnya dan
ia juga ingin meletakan fotomu di sebelah fotonya dalam liontin hati ini. " Maaf
kan bunda yang baru cerita sekarang Ay” Aku tak bisa berkata apa-apa. Hanya air
mata yang keluar. Jadi kak Dimas adalah
kakak kandungku yang sudah meninggal. Aku pun tak mengerti mengapa ayah dan
bunda tidak pernah menceritakan bahwa sebenarnya aku mempunyai seorang kakak yang sudah
meninggal.
“ Kak hari ini ulang tahunku. Terimakasih atas hadiah yang
Kakak berikan kepadaku. Aku akan meletakkan fotoku dalam liontin ini” Untuk pertama kalinya aku berziarah ke makam
kak Dimas tepat di hari lahirku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar