Detik ini, aku tengah duduk berhadapan dengan seorang lelaki
yang sempat melengkapi warna pelangi kehidupanku sekaligus menghujamkan ribuan
belati di jantungku. Seorang lelaki yang membuatku jatuh cinta sekaligus patah
hati untuk pertama kali. Jika kau bertanya apa yang aku rasakan saat ini,
banyak. Ada rasa ingin memeluknya, merasakan kembali hangatnya berada dalam
dekapannya, ada juga rasa untuk menampar kedua pipinya, menjambak rambutnya dan
mungkin membunuhnya. Rasa sayang dan
takut kehilangan yang dulu begitu mengebu-gebu, lambat laun kian memudar di gerus
oleh kekecewaan dan penghianatan yang masih kusimpan jauh di dalam lubuk hatiku
yang paling gelap dan dalam. Yang telah
berusaha kututup selama kurang lebih satu tahun dan kini menyeruak kembali saat
kulihat dia. Akupun tidak mengerti kenapa aku bisa tahan duduk berhadapan
dengannya.
“Dim...Dimitri” Rico mengoyang-goyangkan tangannya di depan
wajahku.
“Oh, hmm” aku tersadar dari lamunanku.
“Kok malah bengong?bagaimana kau jadi kan membeli madu yang
kutawarkan ini?” Rico menyodorkan satu botol berisi madu ke arahku. Ya dia
datang kerumahku hanya untuk menawarkan sebotol madu. Kenapa tidak sekalian
saja kau tawarkan racun kepadaku.
“Oh ya tentu saja. Aku ambil satu botol” kataku tersenyum
tipis.
Mari aku perkenalkan siapa laki-laki bernama Rico itu. Rico
adalah seorang laki-laki berwajah tampan nan rupawan yang selalu menjadi pusat
perhatian para wanita di kampus. Akupun tidak mengerti mengapa ia memutuskan
untuk memintaku menjadi pacarnya. Padahal di
luar sana banyak sekali wanita-wanita cantik yang tengah menunggunya.
Awalnya aku tidak memiliki perasaan apapun padanya, tapi lambat laun perasaan
yang menurutku aneh itu muncul. Sebuah rasa yang belum pernah aku alami
sebelumnya. Ketika aku gelisah saat tidak mendapat kabar darinya dan saat aku
merasa nyaman berada di dekatnya. Mungkin karena selama hampir dua puluh tahun
baru kali ini aku merasakan mempunyai seorang pacar. Aku jatuh cinta padanya
dan lambat laun rasa sayang itu muncul semakin kuat lalu berubah menjadi
perasan takut kehilangan. Rasa takut kehilangan itulah yang merubahku menjadi
wanita yang sangat pencemburu. Apalagi saat melihat wanita-wanita genit itu
yang masih saja menggoda Rico saat aku tengah bersamanya. Rasanya ingin sekali
aku mematahkan leher mereka. Berkali-kali aku merajuk karena hal tersebut, tapi
Rico selalu meyakinkanku kalau akulah satu-satunya wanita yang ia sayang. Ya,
hal itu sedikit agak menenangkanku. Sampai suatu ketika aku mendapatinya sedang
duduk berdua bersama seorang wanita ditaman belakang kampus. Si wanita terlihat
bersandar di bahu Rico.
“Rico!apa yang kamu lakukan?siapa wanita ini?” tanyaku
geram. Awalnya ia terkejut melihat kedatanganku. Mungkin karena telah
tertangkap basah, akhirnya ia mengaku.
“Ya, aku sudah lelah dengan wanita pencemburu sepertimu dan
mulai sekarang kita putus”
“Apa?putus?tapi aku seperti ini karena aku takut
kehilanganmu”
Kalimat terakhir dari Rico itu seperti pisau yang langsung
di tancapkan kejantungku begitu dalam dan begitu sakit.
Aku meminta izin meninggalkannya ke belakang sebentar. Masuk
kekamarku mengambil sebuah kotak di bawah
tempat tidur. Aku menyeringai sambil melihat isi kotak tersebut. Terdapat
sebuah topeng boots, kau tahukan si kera kecil dalam kartun Dora dan sebuah
pisau lipat. Pisau ini sangat berguna untuk meredam amarahku. Terbukti sudah
berapa wanita yang telah kuhabisi dengan pisau ini. Wanita-wanita yang sempat
membuat cemburuku mengganas. Aku tertawa cekikikan. Ya, aku akan membunuh sumber
rasa sakitku, tapi kali ini aku tidak akan menggunakan topeng. Aku ingin ia
tahu siapa yang membunuhnya. Aku ingin melihat ekspresi wajahnya di saat-saat
terakhirnya. Kuselipkan pisau lipat di saku celanaku dan mengambil sebuah balok
berukuran besar. Tentu saja aku membutuhkan alat untuk melumpuhkannya terlebih
dahulu. Aku berjalan mengendap-endap. Posisinya yang membelakangiku
memudahkanku bersiap melayangkan balok ini kebahunya dan brak.... Dia jatuh
tersungkur kelantai. Aku pikir ia akan pingsan tapi nyatanya ia cukup kuat.
Baguslah kalau ia masih sadar. Itu berarti ia akan melihat saat aku menancapkan
pisau ini kejantungnya. Rico merintih kesakitan sembari memegangi bahunya. Kukeluarkan
pisau lipat dari sakuku dan berjalan perlahan mendekatinya.
“Dimitri apa yang kamu lakukan?” tanya Rico ketakutan. Ia
berusaha melawan tapi sepertinya ia tidak cukup kuat untuk itu. Rasa marah dan
dendam sudah menguasaiku. Tanpa sengaja aku menatap kedua matanya. Tiba-tiba
aku merasa seperti flashback.
“Percayalah padaku Dimitri. Aku sangat sayang padamu.
Redamlah rasa cemburumu dan percayalah padaku” Rico menatap dalam kedua mataku
lalu memelukku. Seperti sebuah rekaman video yang terus menekan tombol previous.
“Rico, kenapa kamu datang hujan-hujan begini?lihat kau jadi
basah kuyup”
“Aku kan sudah berjanji padamu untuk datang jadi kuputuskan
untuk menepatinya, selamat ulang tahun sayang” Rico memberikanku seikat mawar
dan sebuah cincin. Kepalaku terasa pusing mengingat semua kenangan manis itu. Aku
jatuh terduduk dan badanku terasa lemas.
Dari luar tiba-tiba terdengar suara polisi yang segera
masuk, aku tahu pada akhirnya akan seperti ini. Dengan cepat kuayunkan pisau
itu tepat di jantungku. Aku memang
sangat membencinya,tapi entah mengapa aku tidak sanggup untuk membunuhnya. Ya,
rasa itu memang memudar tapi bukan hilang sama sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar