Rabu, 20 Agustus 2014

Tulisan Dendam



Detik ini, aku tengah duduk berhadapan dengan seorang lelaki yang sempat melengkapi warna pelangi kehidupanku sekaligus menghujamkan ribuan belati di jantungku. Seorang lelaki yang membuatku jatuh cinta sekaligus patah hati untuk pertama kali. Jika kau bertanya apa yang aku rasakan saat ini, banyak. Ada rasa ingin memeluknya, merasakan kembali hangatnya berada dalam dekapannya, ada juga rasa untuk menampar kedua pipinya, menjambak rambutnya dan mungkin membunuhnya. Rasa sayang  dan takut kehilangan yang dulu begitu mengebu-gebu, lambat laun kian memudar di gerus oleh kekecewaan dan penghianatan yang masih kusimpan jauh di dalam lubuk hatiku yang paling gelap dan dalam. Yang  telah berusaha kututup selama kurang lebih satu tahun dan kini menyeruak kembali saat kulihat dia. Akupun tidak mengerti kenapa aku bisa tahan duduk berhadapan dengannya.

“Dim...Dimitri” Rico mengoyang-goyangkan tangannya di depan wajahku.
“Oh, hmm” aku tersadar dari lamunanku.
“Kok malah bengong?bagaimana kau jadi kan membeli madu yang kutawarkan ini?” Rico menyodorkan satu botol berisi madu ke arahku. Ya dia datang kerumahku hanya untuk menawarkan sebotol madu. Kenapa tidak sekalian saja kau tawarkan racun kepadaku.
“Oh ya tentu saja. Aku ambil satu botol” kataku tersenyum tipis.
Mari aku perkenalkan siapa laki-laki bernama Rico itu. Rico adalah seorang laki-laki berwajah tampan nan rupawan yang selalu menjadi pusat perhatian para wanita di kampus. Akupun tidak mengerti mengapa ia memutuskan untuk memintaku menjadi pacarnya. Padahal di  luar sana banyak sekali wanita-wanita cantik yang tengah menunggunya. Awalnya aku tidak memiliki perasaan apapun padanya, tapi lambat laun perasaan yang menurutku aneh itu muncul. Sebuah rasa yang belum pernah aku alami sebelumnya. Ketika aku gelisah saat tidak mendapat kabar darinya dan saat aku merasa nyaman berada di dekatnya. Mungkin karena selama hampir dua puluh tahun baru kali ini aku merasakan mempunyai seorang pacar. Aku jatuh cinta padanya dan lambat laun rasa sayang itu muncul semakin kuat lalu berubah menjadi perasan takut kehilangan. Rasa takut kehilangan itulah yang merubahku menjadi wanita yang sangat pencemburu. Apalagi saat melihat wanita-wanita genit itu yang masih saja menggoda Rico saat aku tengah bersamanya. Rasanya ingin sekali aku mematahkan leher mereka. Berkali-kali aku merajuk karena hal tersebut, tapi Rico selalu meyakinkanku kalau akulah satu-satunya wanita yang ia sayang. Ya, hal itu sedikit agak menenangkanku. Sampai suatu ketika aku mendapatinya sedang duduk berdua bersama seorang wanita ditaman belakang kampus. Si wanita terlihat bersandar di bahu Rico.
“Rico!apa yang kamu lakukan?siapa wanita ini?” tanyaku geram. Awalnya ia terkejut melihat kedatanganku. Mungkin karena telah tertangkap basah, akhirnya ia mengaku.
“Ya, aku sudah lelah dengan wanita pencemburu sepertimu dan mulai sekarang kita putus”
“Apa?putus?tapi aku seperti ini karena aku takut kehilanganmu”
Kalimat terakhir dari Rico itu seperti pisau yang langsung di tancapkan kejantungku begitu dalam dan begitu sakit.
Aku meminta izin meninggalkannya ke belakang sebentar. Masuk kekamarku mengambil sebuah kotak  di bawah tempat tidur. Aku menyeringai sambil melihat isi kotak tersebut. Terdapat sebuah topeng boots, kau tahukan si kera kecil dalam kartun Dora dan sebuah pisau lipat. Pisau ini sangat berguna untuk meredam amarahku. Terbukti sudah berapa wanita yang telah kuhabisi dengan pisau ini. Wanita-wanita yang sempat membuat cemburuku mengganas. Aku tertawa cekikikan. Ya, aku akan membunuh sumber rasa sakitku, tapi kali ini aku tidak akan menggunakan topeng. Aku ingin ia tahu siapa yang membunuhnya. Aku ingin melihat ekspresi wajahnya di saat-saat terakhirnya. Kuselipkan pisau lipat di saku celanaku dan mengambil sebuah balok berukuran besar. Tentu saja aku membutuhkan alat untuk melumpuhkannya terlebih dahulu. Aku berjalan mengendap-endap. Posisinya yang membelakangiku memudahkanku bersiap melayangkan balok ini kebahunya dan brak.... Dia jatuh tersungkur kelantai. Aku pikir ia akan pingsan tapi nyatanya ia cukup kuat. Baguslah kalau ia masih sadar. Itu berarti ia akan melihat saat aku menancapkan pisau ini kejantungnya. Rico merintih kesakitan sembari memegangi bahunya. Kukeluarkan pisau lipat dari sakuku dan berjalan perlahan mendekatinya.
“Dimitri apa yang kamu lakukan?” tanya Rico ketakutan. Ia berusaha melawan tapi sepertinya ia tidak cukup kuat untuk itu. Rasa marah dan dendam sudah menguasaiku. Tanpa sengaja aku menatap kedua matanya. Tiba-tiba aku merasa seperti flashback.
“Percayalah padaku Dimitri. Aku sangat sayang padamu. Redamlah rasa cemburumu dan percayalah padaku” Rico menatap dalam kedua mataku lalu memelukku. Seperti sebuah rekaman video yang terus menekan tombol previous.
“Rico, kenapa kamu datang hujan-hujan begini?lihat kau jadi basah kuyup”
“Aku kan sudah berjanji padamu untuk datang jadi kuputuskan untuk menepatinya, selamat ulang tahun sayang” Rico memberikanku seikat mawar dan sebuah cincin. Kepalaku terasa pusing mengingat semua kenangan manis itu. Aku jatuh terduduk dan badanku terasa lemas.
Dari luar tiba-tiba terdengar suara polisi yang segera masuk, aku tahu pada akhirnya akan seperti ini. Dengan cepat kuayunkan pisau itu tepat di jantungku.  Aku memang sangat membencinya,tapi entah mengapa aku tidak sanggup untuk membunuhnya. Ya, rasa itu memang memudar tapi bukan hilang sama sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar