Jumat, 16 Mei 2014

SAHARA



Apa dengan cara ini kau membunuh rasa rindumu?” tanyaku pada Sahara. Sementara ia hanya tertunduk dan diam ,”Kalau begini terus kau bisa sakit, akan ku bilang pada ayah dan ibu” lanjutku.
“Jangan Savana aku mohon, aku baik-baik saja”
“Tidak, kau tidak baik”

“Sudahlah Savana, aku tidak mau berdebat denganmu, aku mau istirahat dulu” ia membereskan tas kerjanya lalu beranjak dari sofa. Ia terlihat begitu lelah, meskipun begitu Sahara masih bisa tersenyum manis kepadaku. Aku tahu dibalik senyuman itu Sahara menyimpan sebuah kesedihan. Hampir enam bulan sudah ia seperti ini. Melihatnya diam sepanjang hari aku tak akan heran kerena Sahara adalah tipe pendiam. Namun diamnya kali ini berbeda. Aku bingung dengannya. Jika ada masalah seberat apapun ia tidak pernah mau menceritakannya padaku adiknya sendiri. Ia lebih memilih untuk memendamnya sendiri. Tapi pada akhirnya aku tahu mengapa dan apa yang sedang ia rasakan. Dan cara mengatasinya itulah yang membuatku tidak setuju. Jam menunjukkan pukul 2 dini hari. Aku terbangun ingin ke kamar mandi. Aku melewati kamar Sahara dan berhenti didepannya. Lalu ku buka sedikit pintunya yang ternyata tidak terkunci. Ku lihat dirinya sedang menengadahkan kedua tangannya di atas sajadah. Mulutnya tidak berbicara hanya air matanya yang mengalir. Aku kembali menutup pintu tanpa di ketahui olehnya. Sahara, sebegitu besarkah rasamu padanya. Pada Kendra, laki-laki yang telah membuatmu seperti ini. Kendra adalah teman satu kampus Sahara. Setahun yang lalu hubungan mereka berdua baik. Kendra kerap kali datang ke rumah untuk sekedar mengerjakan tugas kuliah bersama. Aku pun terkadang ikut nimbrung bareng mereka. Aku melihatnya, cara Sahara menatap Kendra mulai berbeda. Semenjak itu Kendra menjadi lebih sering datang kerumah. Terutama malam Minggu. Semua berjalan baik-baik saja sampai waktu itu aku melihat Sahara tidak seperti biasannya. Saat keluar dari kamar kedua matanya sembab seperti habis menangis. Aku sempat menanyakan padanya apa yang terjadi, namun ia tak mau membuka mulut.
“ Ra, bisakah kamu mengurangi kegiatanmu dalam satu minggu?” tanyaku sambil menuang jus jeruk kedalam gelas. Aku tahu tak baik berbicara saat makan. Tapi hanya saat sarapan aku bisa berbicara  agak lama dengan Sahara.
“ Tidak” jawabnya singkat.
“Kenapa?kau melakukan ini karena ingin melupakan Kendra  kan? Dengan menyibukkan dirimu sendiri”
“Tidak, aku melakukan ini karena aku memang harus melakukan ini”
“Tapi selama satu minggu penuh kau tidak ada liburnya. Minggu kau kuliah dan sorenya kau mengajar les privat sampai malam”
“ Savana, sudah ku bilang aku akan baik-baik saja” ucapnya lembut. Ia sama sekali tidak terpancing oleh kata-kataku. Ya, dia memang tidak sepertiku yang gampang sekali tersulut emosi. Sahara bahkan tidak pernah membentakku. Tutur katanya begitu sopan dan lembut. Itulah yang membuatku sangat sayang padanya. Dan jikalau marah, Sahara paling hanya akan mendiamkanku selama beberapa hari.




_
                Sahara jatuh cinta pada kendra meski ia tak pernah menyampaikan perasaannya yang sesungguhnya kepada Kendra. Dan saat itu Kendra menyatakan langsung kepada Sahara kalau ia menyukai Sahara. Beberapa kali Kendra mengajaknya jalan, tetapi ia selalu saja menolak. Ia lebih memilih bertemu di rumah. Saat bertemu pun Sahara tidak banyak bicara. Ia gugup dan tidak tahu harus berkata apa di depan Kendra. Hari-hari menyenangkan itu tidak berlangsung lama. Kendra sudah jarang datang ke rumah dan komunikasi di antara mereka sudah bisa dibilang terputus. Saat itu Sahara tidak sengaja membuka akun facebook Kendra. Di wallnya terdapat sebuah foto Kendra dengan seorang wanita sedang bergandengan tangan. Terlihat begitu mesra yang pada akhirnya ia tahu kalau itu adalah pacar Kendra. Itu semua aku tahu dari diarynya yang ku temukan saat ingin mengambil novelku yang di pinjam Sahara di kamarnya. Karena itu pula aku di diamkannya selama tiga hari karena ketahuan membaca diarynya tanpa izin. Semenjak itu ia jadi seperti ini.
_
                Malam ini hujan turun begitu lebat. Ku lempar pandangan kearah jam berbentuk hati yang menunjukkan pukul 11. Sahara belum pulang dan itu membuatku sangat khawatir. Ku hubungi ponselnya berkali-kali tapi tidak ada jawaban. sampai akhirnya aku mendengar suara pintu depan terbuka. Aku segera keluar kamar dan mendapati Sahara yang masuk dalam keadaan basah kuyup.
“Emangnya kamu enggak bawa payung ra?”
“Payungku ketinggalan di kantor na” ia lalu masuk kekamarnya. Aku merasa kasihan padanya dan memutuskan untuk membuatkan Sahara teh hangat.
“ Ra, ini ku buatkan teh hangat” aku masuk ke kamarnya dan melihatnya sedang meringkuk di atas tempat tidur.
“Kendra...Kendra...” panggilnya mengiggau. Ku pegang dahinya. Ia demam suhu tubuhnya naik. Sahara menggigil terdengar jelas gemertak giginya sambil terus mengiggau memanggil-manggil Kendra. Aku panik sedangkan kami hanya berdua dirumah. Ayah dan ibu belum pulang dari Surabaya. Aku membuka lemari Sahara mencari selimut tebal untuk menyelimuti tubuhnya. Setelah itu aku mengompresnya. Aku tidak tega melihatnya seperti ini. Ku ambil ponsel Sahara dan menghubungi Kendra. Kebetulan ia sedang berada tidak jauh dari rumah kami. Sepuluh menit kemudian Kendra tiba.
“Kendra..Kendra...” Sahara masih mengigau.
“Sahara, ini aku Kendra” ucapnya sambil menggenggam tangan Sahara.
“Kendra...” matanya terbuka. Ia tersenyum lalu tak sadarkan diri.
Aku dan Kendra memutuskan membawa Sahara ke rumah sakit menggunakan mobil Kendra.
_
“Kenapa Kendra semalam ke rumah na? tanya Sahara yang masih terbaring di tempat tidur. Dokter belum mengijinkannya pulang selama dua hari ke depan.
“Itu aku yang menghubunginya untuk membawamu ke rumah sakit”
“Untuk apa meminta bantuannya na?lagi pula aku hanya demam biasa. Istirahat semalaman saja aku pasti sembuh”
“Demam biasa? Demammu itu sudah mencapai 40 derajat selsius. Semalam aku hampir saja mengira kau akan mati” sahutku sedikit kesal. Akhir-akhir ini aku dan Sahara sering terlibat perdebatan. Apalagi setelah ia memutuskan untuk mengambil jam mengajar les privat pada minggu sore. Menurut ku Sahara sudah overload dalam menjalani aktivitasnya. Aku tahu Sahara melakukan itu semua semata-mata untuk menjauhkan pikirannya dari Kendra.
Di tengah perdebatanku dengan Sahara, tiba-tiba Kendra datang menjenguk Sahara. Kendra meminta izin kepadaku untuk berbicara hanya berdua saja dengan Sahara. Akupun mengiyakan dan keluar dari ruangan. Lima belas menit kemudian Kendra keluar lalu pamit kepadaku. Aku masuk ke ruangan dan ku lihat Sahara menangis.
“Kenapa Sahara?apakah Ken menyakitimu lagi?” tanyaku khawatir. Sahara hanya diam.
“Sahara, apakah laki-laki itu menyakitimu? tanyaku lagi kali ini dengan sedikit penekanan. Rasa kesal bercampur marah kepada laki-laki itu kian memuncak.
“Tidak” Sahara menggeleng lalu menyeka air matanya.
“Lalu kenapa kamu menangis?”  lagi-lagi ia tidak menjawab pertanyaanku. Sahara hanya tersenyum.
_
Dear Diary,

                Sekarang aku sudah mendapatkan jawaban yang ku dengar langsung dari mu. Dan kini aku sudah tidak mau bertanya dan berspekulasi lagi. Semua sudah jelas. Namun, entah mengapa meskipun semua sudah jelas dan aku pun sudah menerima, perasaan itu cukup mampu untuk membuat air mata ku jatuh saat mengingat mu. Aku nggak tahu apakah ini perasaan cinta atau sayang atau hanya sekedar suka. Tahu kah kamu saat aku terbangun dari tidur, perasaan itu semakin kuat. Aku nggak tahu apakah itu yang di namakan sakit hati atau patah hati karena aku belum pernah merasakan hal ini sebelumnya. Aku cuma bisa menangis ketika aku tidak kuat menahan rasa itu. Dulu ketika aku masih kecil dan saat aku kehilangan boneka yang paling aku sayang. Aku akan meminta kepada ayah atau ibu untuk membantuku mendapatkan boneka itu kembali. Tapi kini  aku tak bisa berbuat apa-apa. Hanya Allah yang bisa mengembalikan mu atau mungkin Dia akan menggantinya suatu saat. Ya.. aku percaya itu. Maaf karena aku nggak bisa menyatakan perasaan ku yang sesungguhnya kepada mu. Karena hal itu begitu sulit bagiku. Hanya air mata ini lah yang mewakili perasaan ini. Mungkin ini terdengar berlebihan, tapi inilah yang aku rasakan saat ini.

12 April 2012
Itu adalah diary terakhir Sahara yang ku baca tanpa sepengetahuannya. Karena setelah itu aku berjanji tidak akan membaca diarynya lagi tanpa izin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar