Jumat, 16 Oktober 2015

Usaha, Sabar dan Yakin

Kemarin saya dan dua orang teman pergi ke salah satu tempat wisata di Jakarta. Berhubung hari itu tepat dengan tanggal merah jadi disana sangat ramai pengunjung. Bahkan di hampir setiap wahana bermain terjadi antrian yang mengular. Skip, Jam menunjukkan sekitar pukul 4 sore. Kita memutuskan wahana terakhir yang akan kita naiki sebelum pulang adalah arung jeram. Sesampainya disana, antriannya benar-benar panjang. Mungkin sekiar satu sampai dua jam baru sampai diatas. Saya sempat ragu, tapi kedua teman saya begitu ingin dan yakin untuk ikut mengantri. Yasudah sayapun ikut. Di tengah antrian hujan turun cukup deras. Saya akhirnya memutuskan keluar dari antrian karena tidak tahan mengantri di saat hujan selama itu,tetapi kedua teman saya ini tetap mengantri tak peduli meski hujan. Begitupun dengan pengunjung lain yang masih tetap mengantri. Akhirnya saya menunggu di gerbang wahana arung jeram dan tidak jadi naik wahana itu. Cukup lama dan akhirnya kedua teman saya berhasil naik arung jeram meski telah menunggu lama, bahkan wahana sempat di hentikan sementara oleh petugas disana dan mereka basah kuyup, tetapi saya melihat kepuasan diwajah mereka.

Dari situ saya merasa kalau kita yakin akan suatu tujuan dan keinginan yang kuat untuk mencapainya lalu kita sabar menunggu dengan segala prosesnya dan rintangan yang akan menghambat dan mencoba menghentikan kita. Kita pasti sampai disana. Saya ambil contoh seperti kedua teman saya itu. Dari awal mereka sudah yakin dan ingin naik arung jeram meski saat itu terdapat rintangan berupa hujan, udara dingin dan antrian yang panjang, tetapi mereka bertahan. Sedangkan saya mundur. Dan hasil akhirnya mereka bisa mencapai tujuan mereka naik arung jeram dan saya tidak meski saya ingin. Karena hanya ingin tak ada usaha seperti kedua teman saya itu.

Rabu, 20 Agustus 2014

Tulisan Dendam



Detik ini, aku tengah duduk berhadapan dengan seorang lelaki yang sempat melengkapi warna pelangi kehidupanku sekaligus menghujamkan ribuan belati di jantungku. Seorang lelaki yang membuatku jatuh cinta sekaligus patah hati untuk pertama kali. Jika kau bertanya apa yang aku rasakan saat ini, banyak. Ada rasa ingin memeluknya, merasakan kembali hangatnya berada dalam dekapannya, ada juga rasa untuk menampar kedua pipinya, menjambak rambutnya dan mungkin membunuhnya. Rasa sayang  dan takut kehilangan yang dulu begitu mengebu-gebu, lambat laun kian memudar di gerus oleh kekecewaan dan penghianatan yang masih kusimpan jauh di dalam lubuk hatiku yang paling gelap dan dalam. Yang  telah berusaha kututup selama kurang lebih satu tahun dan kini menyeruak kembali saat kulihat dia. Akupun tidak mengerti kenapa aku bisa tahan duduk berhadapan dengannya.

Jumat, 01 Agustus 2014

Batas Waktu



Angin berhembus menerbangkan daun-daun kering. Terasa dingin saat menerpa kulit. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Moza merapatkan jaketnya bersiap untuk pulang. Benar saja, di tengah perjalanan tiba-tiba hujan turun dengan lebat. Moza memacu sepeda motornya dengan cepat. Mencari tempat untuk berteduh, karena mustahil baginya untuk melanjutkan perjalanan pulang di tengah hujan badai seperti ini. Moza memarkirkan kendaraan di depan sebuah toko kue yang berada di ujung jalan.

Jumat, 16 Mei 2014

SAHARA



Apa dengan cara ini kau membunuh rasa rindumu?” tanyaku pada Sahara. Sementara ia hanya tertunduk dan diam ,”Kalau begini terus kau bisa sakit, akan ku bilang pada ayah dan ibu” lanjutku.
“Jangan Savana aku mohon, aku baik-baik saja”
“Tidak, kau tidak baik”

Rabu, 14 Mei 2014

Ambulans



Tap...tap... terlihat seorang gadis yang berlari tergesa-gesa di tengah rintikan hujan. Air matanya tersamar oleh air hujan yang menimpa pipinya, tetapi hal tersebut tidak menyembunyikan raut wajahnya yang ketakutan. Sambil sesekali menoleh kebelakang ia terus berlari melewati jalan sepi di tengah hutan. Langkahnya terhenti tepat di atas sebuah tebing. Ia tak bisa kemana-mana lagi. Seorang pria dengan seringainya yang mengerikan berjalan perlahan mendekati gadis itu. Di tengah keputusasaanya ia memutuskan untuk melompat dari tebing.
“Ah rupanya aku hanya bermimpi” Nadia terbangun dengan nafas yang tersengal-sengal dan keringat membanjiri seluruh tubuhnya.
_

Selasa, 08 Oktober 2013

TOLONG JANGAN ABAIKAN !!!



Apa yang kalian lakukan jika melihat seorang kakek tua yang duduk di pinggir jalan sambil menengadahkan tangannya? Apakah kalian akan berjalan tak peduli melewatinya ataukah kalian akan memberikan sebagian kecil uang kalian kepadanya?. Waktu saya pulang ospek, saya melihat pengemis tua yang sedang duduk dekat pintu keluar kampus. Di seberang tempat pengemis tua itu ada sekumpulan pedagang makanan tempat para mahasiswa makan siang atau sekedar kumpul. Saya membayangkan saat para mahasiswa itu dengan lahapnya menikmati makan siang. Sedangkan kakek tua itu hanya bisa melihat dengan perut yang keroncongan menahan lapar. Tidak jauh dari tempat itu. Saya juga melihat seorang anak laki-laki kira-kira berusia delapan atau sembilan tahun sedang duduk lesu di atas trotoar memandangi cobek dan ulekan yang ia jual. Menunggu dan berharap seseorang akan membeli dagangannya. Kakek tua itu, menurut saya ia menjadi pengemis karena di usia yang sudah sangat tua itu ia tidak memiliki apa-apa bahkan mungkin untuk makan pun susah. Sedangkan jika ia ingin bekerja pekerjaan apa yang mau menerima seorang yang sudah berusia lanjut. Mungkin satu-satunya jalan yaitu mengemis.Dan anak itu, di usianya yang masih sangat muda ia harus bekerja mencari uang. Menjajakan cobek dan ulekan dan jika tidak laku terpaksa harus memikul beban berat itu kembali kerumah tanpa uang sepeserpun. Coba kalian bayangkan jika anak itu adalah adik kalian dan kakek tua itu adalah ayah kalian. Itu hanya sebagian kecil. Banyak di luar sana orang-orang yang bernasib sama seperti mereka.
                Tolong jangan abaikan mereka. Berilah sebagian rezeki kita kepada mereka. Atau belilah dagangan yang mereka jual meski kita tidak terlalu membutuhkannya.

Kamis, 03 Oktober 2013

Sebuah Surat Untuk Kamu Yang Di Sana



Sekarang aku sudah mendapatkan jawaban yang ku dengar langsung dari mu. Dan kini aku sudah tidak mau bertanya dan berspekulasi lagi. Semua sudah jelas. Namun, ntah mengapa meskipun semua sudah jelas dan aku pun sudah menerima, perasaan itu cukup mampu untuk membuat air mata ku jatuh saat mengingat mu. Aku nggak tahu apakah ini perasaan cinta atau sayang atau hanya sekedar suka. Tahu kah kamu saat aku terbangun dari tidur, perasaan itu semakin kuat. Aku nggak tahu apakah itu yang di namakan sakit hati atau patah hati karena aku belum pernah merasakan hal ini sebelumnya. Aku cuma bisa menangis ketika aku tidak kuat menahan rasa itu. Dulu ketika aku masih kecil dan saat aku kehilangan boneka yang paling aku sayang. Aku akan meminta kepada ayah atau ibu untuk membantuku mendapatkan boneka itu kembali. Tapi kini  aku tak bisa berbuat apa-apa. Hanya Allah yang bisa mengembalikan mu atau mungkin Dia akan menggantinya suatu saat. Ya.. aku percaya itu. Maaf karena aku nggak bisa menyatakan perasaan ku yang sesungguhnya kepada mu. Karena hal itu begitu sulit bagi ku. Hanya air mata ini lah yang mewakili perasaan ini. Mungkin ini terdengar berlebihan, tapi inilah yang aku rasakan saat ini. Semoga kamu yang di sana membaca surat ini.